Ustadz Felix Siauw, Jati Diri yang Benar Hanyalah Islam
Menjadi muslim sejati, merupakan
cita-cita kita semua sebagai pribadi yang menghendaki ridho Allah SWT
agar kita menjadi umat terbaik di mata Allah SWT. Namun, tak mudah jalan
menuju pencapaian sebagai muslim sejati. Ada banyak rintangan yang
harus dihadapi dalam mencari jati diri sebagai pribadi muslim yang
sesungguhnya.
Hal ini pula yang dialami oleh seorang
Ustadz Felix Siauw. Ayah dari tiga anak ini mendapakan pengalaman hidup
yang tak bisa dibilang mulus, namun semua itu membantu menguatkan
dirinya dalam menjadi seorang muslim sejati.
Berikut adalah petikan wawancara Muzakki dengan Ustadz Felix Y. Siauw
Ustadz, bagaimana ceritanya bisa bertemu dengan Islam?
Awal mulanya ketika saya masih kelas 3
SMP, ketika saya beragama Katolik. Ketika itu saya banyak mendapatkan
banyak hal yang tidak bersesuaian dengan akal, dan tak memuaskan akal.
Sehingga singkat cerita saya keluar dari agama Katolik. Lalu saya
mencari, agama mana yang benar, agama mana yang bagus. Setelah saya
mencari selama lima tahun (sampai kuliah semester ketiga), alhamdulillah
saya dapat Islam. Saya dapati Islam karena apa pun dalam Islam itu
sesuai dengan akal manusia, sesuai dengan fitrah manusia, tidak ada yang
bertentangan dengan akal manusia. Yang saya rasakan seperti itu.
Perubahannya jelas jauh. Karena akidah itu ibaratnya sebuah core dalam
komputer, maka ketika seseorang berganti akidah, segalanya juga
berubah. Yang paling nyata misalnya saya merasakan ketenangan luar biasa
ketika saya memeluk agama Islam. Kita mendapatkan jawaban atas hidup,
kita mendapatkan jabawan sebelum dan sesudah hidup. Dengan sendirinya
kita bisa mantap menjalani hidup. Mau apa dalam hidup ini, kita sudah
jelas.
Contoh konkretnya Islam memerintahan untuk tak boleh menguatkan suara lebih daripada suara orang tua. Ini kan perkara
yang sangat luar biasa, yang kalau kita praktikkan pada orang tua,
mereka akan menyadari perubahan yang bersifat konkret. Itu yang
kelihatan, yang tidak kelihatan jauh lebih banyak lagi.
Apakah setelah mendapatkan jati diri baru ada tantangan dari luar?
Kalau bicara tentang tantangan, orang
muslim atau orang bukan muslim punya tantangan. Tapi ketika kita
kemudian menjadi Islam, kita jadi paham bahwa tantangan yang kita dapat
ini tiada lain dan tiada bukan karena kita dimuliakan oleh Allah.
Analoginya: pada prinsipnya, kapal itu dibuat untuk mengarungi lautan,
ya kalau dia dibuat di dermaga lalu si kapal hanya diam di dermaga ya
wajar dan aman, tapi kalau dia mengarungi lautan, dia jadi banyak
tantangan, tapi justru tujuannya dia dibuat adalah untuk seperti itu.
Nah, sama seperti kita, kalau kita masuk
Islam atau tak masuk Islam (agama apa pun) punya tantangan. Tapi ketika
kita dalam Islam, tantangannya terarah, tantangannya memang untuk
tujuan hidup kita. Jadi tak ada masalah.
Untuk proses belajarnya sendiri ketika awal mula mencari agama, arahannya dari mana?
Untuk mendapatkan Islam itu tak perlu
belajar agama. Untuk mendapatkan Islam, cukup dengan berpikir. Kalau
kita berpikir, kita pasti dapat Islam. Nah, setelah kita menjadi seorang
muslim, bagaimana kita belajarnya? Harus seperti belajarnya orang-orang
zaman dahulu. Kalau saya menyebutnya: sebuah kajian tersistematis, yang
dilakukan secara berkala untuk memperdalam ilmu-ilmu Islam. Mulai dari
tauhid, akidah, dakwah, dan syariah, dan sebagainya, itulah yang harus
dipelajari.
Kesulitan yang pernah Ustadz alami?
Kalau tantangan mencari Islam, yang
pertama adalah informasi. Saya tumbuh dan berkembang di komunitas yang
bukan muslim, sehingga mencari informasi itu agak sulit. Maka salah satu
hal yang membuat saya lebih mudah bisa mendapatkan Islam adalah ketika
berkomunitas Islam, hidup dalam komunitas Islam.
Waktu itu di mana?
Di IPB saya mendapatkan Islam. SMA-nya di SMA Xaverius 1 Palembang. Waktu itu lingkungan saya 95 persen adalah bukan Islam.
Apakah setelah mendapatkan
jatidiri sebagai seorang muslim, ada kesulitan dalam menyempurnakan
separuh agama, dalam hal ini mendapatkan jodoh?
Saya masuk Islam pada tahun 2002,
menikah tahun 2006. Jadi menikah empat tahun setelah masuk Islam.
Awalnya memang susah, apalagi berbicara dengan orang tua yang memang
bukan muslim, tapi alhamdulillah bapak saya juga menikah muda, jadi saya
juga ada alasan untuk menikah muda. Jadi alhamdulillah itu sudah
dilewati.
Ketika proses mencari “seseorang” itu apakah ada kesulitan?
Awalnya selalu ada yang mempertanyakan.
Kenapa harus yang berkerudung? Kenapa harus yang muslim? Sementara saya
adalah yang etnis Chinese, dan bapak-ibu saya tidak terbiasa melihat
orang yang memakai jilbab. Nah, itu pertanyaan ada, dan kami jawab
memang seperti itulah agama memerintahkan. Tatkala kita ingin menikah,
maka menikah bukan hanya peraduan fisik, bukan hanya kepuasan badan,
tapi menikah itu tujuannya lebih mulia daripada itu. Itulah proses
pembentukan sebuah keluarga yang bisa menggenapkan ibadah. Dan kedua,
bisa melanjutkan keturunan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa
untuk melanjutkan keturunan itu perlu juga melihat tanah yang ditanami,
peribaratan wanita yang ditanami: bila tanahnya baik, tanamannya baik.
Itu artinya kita harus mencari istri yang baik. Dan tidak mungkin istri
itu baik kalau ia tidak taat pada Allah.
Bertemu di mana dengan calon istri waktu itu?
Kami bertemu di IPB (Institut Pertanian Bogor), hahaha, kami cinta lokasi.
Pernah ada kesulitan mengenai pembuatan akta kelahiran?
Ya, ada cerita ketika anak kedua saya
lahir, saya mau mengurus pembuatan akta kelahiran. Ketika saya datangi
pihak rumah sakit, ada biaya pembuatan akta kelahiran. Untuk warga
negara Indonesia itu Rp 70.000, tapi kalau katurunan itu Rp 200.000.
Saya mempertanyakan, kenapa berbeda sekali antara WNI keturunan dan WNI?
Sekarang kan sudah tidak ada lagi pembedaan keturunan dan bukan
keturunan (Chinese). Petugasnya bilang ‘memang seperti itu’. Dia mau
mengurus pembuatan akta kelahiran kalau saya mau memberikan harga yang
lebih. Itu sudah sebuah diskriminasi, padahal petugas itu memakai
kerudung, muslim, dan sebagainya.
Maka ini menjadi sebuah pertanyaan. Yang
saya katakan bahwa Indonesia tidak puas untuk dijajah. Bahwa pembedaan
antara etnis, pembedaan antaragama, pembedaan antara orang yang
keturunan atau yang bukan keturunan, itu kan berlaku di zaman Belanda melalui hal yang namanya statsblaad (STBLD) maka setiap orang yang lahir dengan keadaan tertentu dia punya statsblaad sendiri.
Ya dengan kata lain Indonesia masih ikut kepada orang-orang Belanda
dalam pengurusan itu, maka pengurusan akta kelahiran saya agak
dipersulit. Karena saya selalu ditanya: “Bapak keturunan ya?” Saya
katakan, “Bukan, saya orang Indonesia!”
Dia tetap menyatakan, “Oh, bapak itu
keturunan, jadi STBLD-nya berbeda.” Nah, ini jadi membuat saya
mengatakan bahwa ini adalah hasil daripada asshobiyah, tidak
mengakibatkan kecuali perpecahan di antara manusia, tidak bisa
menyatukan apa pun kecuali menyatukan etnis, kaum, ataupun bangsa, tapi
tak bisa menyatukan dalam bentuk yang lebih besar. Nah, penyatuan yang
lebih besar ini hanya bisa dilakukan dalam Islam, bukan selain itu.
Upaya Anda sendiri untuk mendapatkan akta?
Yang saya garisbawahi dalam menulis itu
adalah bahwa nasionalisme itu kemudian membedakan antara satu etnis
dengan satu etnis yang lain. Tidak peduli apakah mereka muslim atau
tidak, harusnya kan yang dilihat itu muslimnya, bukan etnisnya.
Firman Allah: “Yang paling mulia di
antara kalian adalah yang paling bertakwa.” Bukan yang paling kaya atau
yang paling miskin, atau yang paling pribumi dan lain sebagainya. Itu
yang perlu digarisbawahi dalam Islam, dan itu yang saya tujukan dalam
menulis artikel tersebut.
Apa upaya Anda sebagai seorang ustaz dalam mengedukasi masyarakat untuk mendapatkan jati diri sorang muslim?
Ini merupakan tugas panjang, yang saya
katakan mungkin tugas ini lebih besar daripada usia yang saya punya.
Maka yang saya lakukan itu banyak, lewat Twitter, lewat Facebook, lewat
media-media yang saya punya (termasuk dalam acara teleisi) untuk
menyampaikan bahwa ini bukan ikatan yang benar, nasionalisme bukan
ikatan yang benar, etnis itu juga bukan ikatan yang benar, kekauman juga
bukan ikatan yang benar, tapi semua itu harus dibingkai dengan ukhuwah.
Nah itulah yang saya lakukan, entah kapan berhasilnya, kita lihat saja
nanti.
Kalau untuk acara di televisi yang akan Anda buat ini?
Acara ini merupakan yang kami gunakan
untuk mengenalkan Islam, walaupun kita tahu masih banyak kekurangan.
Saya juga berdiskusi dengan tim, mereka berbuat apa yang mereka mampu,
semaksimal yang mereka bisa, untuk membuat acara ini syar’i. Walaupun
tentu saja pasti akan ada banyak kritikan-kritikan, tapi kami harap
bahwa ini menjadi sebuah pintu untuk mengubah acara, yang kita inginkan
sebagai sebuah idealisme adalah mebuat suatu acara yang siap dikonsumsi
oleh setiap warga dari umur yang tinggi sampai umur yang paling rendah.
Karena itulah kami harap acara ini bisa
menjadi sebuah penyadaran. Di mana kami tidak dbatasi oleh ide-ide yang
biasa muncul dari produser-produser yang lain seperti di
televisi-televisi yang lain, kami berusaha untuk menampilkan Islam apa
adanya. Mungkin kalau ke depan acara ini ditentang, ya wajar. Mungkin
ada banyak pihak yang tidak setuju kalau Islam disampaikan secara total,
disampaikan secara apa adanya.
Untuk segmen acara yang Anda pandu ini bagaimana?
Segmennya adalah umum. Makanya kami buat acara ini variety show yang
kami gabung dengan musik, supaya segmen anak muda juga masuk. Segmen
orang yang sudah pernah belajar Islam juga masuk, dan kami juga
menggarap segmen terluar dari Islam, yang mungkin tidak pernah pergi ke
masjid, yang tidak pernah pergi ke pengajian, itu kami ajak, kami sentuh
untuk mendapatkan inspirasi dari acara ini. Selanjutnya kami harapkan
mereka bisa mengkaji lebih lanjut.
Yang membedakan acara ini dengan talkshow yang lain?
Saya berharap bahwa tidak ada satu pun
isu-isu yang tidak kami angkat sesuai dengan Islam. Kalau ada restriksi
di beberapa stasiun televisi yang lain, kami berharap di sini tidak ada
restriksi. Ya kalau ada restriksi, ya itulah risikonya. Apa pun yang
terjadi ke depan, mudah-mudahan kita jadi orang yang tak takut
menyampaikan Islam. Itulah yang kami harapkan dari acara ini.
Dalam keluarga, bagaimana kegiatan istri?
Istri saya seorang ibu rumah tangga penuh. Mengurus keluarga di rumah. Anak saya ada tiga. Istri full mengurus rumah tangga. Kalau dia keluar, itu atas izin saya. Dan memang diusahakan tidak mengganggu fungsi utama beliau yaitu ummu warobbatul bait.
Ada motivasi tersendiri dari istri?
Fungsi istri luar biasa. Kalau saya pulang, saya ketemu istri. Saya capek, saya ketemu istri. Istri jadi tempat curhat.
Kalau yang seperti itu saja istri tidak memahami, saya tak tahu harus
pergi ke mana lagi. Entah mencari siapa. Karena istri itu adalah orang
yang paling dekat dan paling mengerti kita.
Makanya Allah mengatakan bahwa kita tak
boleh telanjang pada siapa pun, kecuali pada istri. Itu adalah bukti
bahwa istri menjadi satu dengan kita. Dia menjadi bagian dari kita.
Kalau kemudian kita ambil sesuatu yang salah, atau ambil istri yang
salah, berarti kita juga pasti salah. Makanya, di balik seorang
laki-laki yang hebat, pasti ada wanita yang hebat juga.
Pendidikan seperti apa yang diterapkan pada anak-anak terkait pencarian jati diri?
Pendidikan saya sederhana, bahwa aturan
Allah itu adalah mutlak. Dan kemudian saya ingin mereka memahami bahwa
ketika Allah sudah berkehendak, ketika Allah telah memerintahkan
sesuatu, maka tugas manusia bukan lagi mencari pembenaran atas aturan
yang lain. Tapi itu sederhana saja, kita tinggal melaksanakan aturan
itu. Itulah yang saya bentuk pada anak-anak, sebuah jiwa herois yang
menyadarkan mereka apa tujuan mereka, yaitu berdakwah. Saya coba bentuk
mereka dari awal agar poros hidupnya adalah berdakwah, sebagaimana
bapaknya.
Apa pesan/ harapan pada masyarakat?
Sederhana, kita itu hancur dan terpuruk.
Kita itu tidak menjadi muslim yang hebat yang sebagaimana dijanjikan
oleh Allah dalam Al-Qur’an karena kita membuang Al-Qur’an. Atau kita
cuma mengambil sebagian dari Al-Qur’an, kemudia membuang sebagian yang
lain.
Allah SWT berfirman, Apakah kalian
hendak mengambil sebagian dari kitab ini, lalu mencampakkan sebagian
yang lain? Mengingkari yang lain? Membangkang terhadap sesuatu hal yang
lain?
Nah, kemudian ketika melakukan hal yang
seperti ini, melaksanakan secara parsial dan parsial, maka Allah tak
akan memberikan bantuan yang bersifat total pada kita. Oleh karena itu
masyarakat harus sadar bahwa kerusakan-kerusakan yang terjadi yang kita
lihat itu adalah hasil tidak diterapkannya Islam. Maka solusi
satu-satunya adalah “diterapkannya Islam”, tidak ada yang lain. (ric)
Biodata
Nama : Felix Yanwar Siauw
Usia : 31 Januari 1984
Tempat Lahir : Palembang
Aktivitas : Dakwah, Penulis Buku, Presenter Acara “Inspirasi Iman” di TVRI
Buku : Muhammad Al-Fatih 1453; Beyond the Inspiration; How to Master Your Habits
Facebook : www.facebook.com/UstadzFelixSiauw
Website : www.felixsiauw.com
Materi Referensi : http://www.muzakki.com/pribadi-muslim/wawancara-tokoh/626-ustadz-felix-siauw-jati-diri-yang-benar-hanyalah-islam.html .
sangat menarik.
ReplyDeletesaya bisa simpulkan bahwa
Islam : semakin dikaji, semakin masuk akal. semakin didekati maka kita semakin menemukan kesejukan.
sementara dari luar islam. semakin dikaji, semakin meragukan dan semakin didekati semakin buat pemeluknya bimbang.
itu yang saya pahami dari awal dialog ini (pencarian hingga menemukan islam yang sejati).
terima kasih artikelnya
Salut deh gue sama ustadz Felix.
ReplyDeleteSbhanallah, artikel yang bermanfaat dan semoga bisa membuka mata orang lain
ReplyDeleteaamiin
Tampilan baru yaa templete nya miz tia
:D
Great
subhanalloh
ReplyDeletesalah satu ustad favorit ........takbir!!
ReplyDelete