MizTia Respect - Buku Anang Sam | Buku M. Izza Ahsin | Review Siapa Bilang Bodo nggak bisa jadi pengusaha | Review Dunia tanpa sekolah | Sinopsis
Dunia tanpa sekolah
Penulis : M. Izza Ahsin
Buku : Dunia Tanpa Sekolah
Apa
arti sekolah buat seorang anak yang telah membaca lebih dari 600 buah
buku?
Mengapa saya
harus membuang-buang umur hanya untuk mengetahui not balok, menghafal
UUD 45, kosa kata daerah, syair lagu daerah, mempelajari rumus-rumus
yang mungkin takkan saya pakai seumur hidup saya?
Tanpa PKN pun saya yakin saya akan menjadi warga negara yang baik dan taat hukum. Sebab agama telah mengajarkan saya demikian. Tanpa pernah belajar PKN pun tukang batu dapat jadi warga yang baik.
Apa jika tak bisa membaca not balok hidup saya akan sengsara? Wah kalau begitu caranya alangkah susahnya hidup di bumi Indonesia. Di bumi yang telah lebih dari enam puluh tahun merdeka.
Tanpa PKN pun saya yakin saya akan menjadi warga negara yang baik dan taat hukum. Sebab agama telah mengajarkan saya demikian. Tanpa pernah belajar PKN pun tukang batu dapat jadi warga yang baik.
Apa jika tak bisa membaca not balok hidup saya akan sengsara? Wah kalau begitu caranya alangkah susahnya hidup di bumi Indonesia. Di bumi yang telah lebih dari enam puluh tahun merdeka.
Saya bukan manusia setengah dewa yang bisa menyerap semua itu.
Saya tak perlu belajar itu semua oke? Kalau Anda berpendapat pelajaran
yang ada dikurikulum sekolah sudah tepat, itu hak Anda. Tapi jangan
paksa saya. Saya lebih percaya pada kekuatan fokus dari pada harus
belajar dengan cara gado-gado!
Mungkin saja suatu hari nanti saya akan mati-matian belajar Aljabar, sampai muntah-muntah, jika tulisan saya mengharuskan demikian
Tak heran Rabindranath Tagore mengatakan sekolah adalah suatu hal yang tak tertahankan.
Bagi saya belajar adalah perjalanan sepanjang hayat. Bukan hanya duduk di bangku sekolah! Seperti yang saya liat sehari-hari. Selesai sekolah. Selesai juga belajar
Mengapa setiap orang begitu mengagung-agungkan sekolah? Padahal sekolah hanyalah mencetak lembar-lembar ijazah. Mencetak generasi-generasi bermental tempe yang begitu percaya ujung nasibnya pada angka-angka yang tercetak di selembar kertas. Mematikan kreativitas diotakmu. Menyuntikkan doktrin di otakmu tentang betapa malangnya orang yang tidak sekolah (sementara kau tidak menyadari betapa malangnya dirimu!)
Mungkin saja suatu hari nanti saya akan mati-matian belajar Aljabar, sampai muntah-muntah, jika tulisan saya mengharuskan demikian
Tak heran Rabindranath Tagore mengatakan sekolah adalah suatu hal yang tak tertahankan.
Bagi saya belajar adalah perjalanan sepanjang hayat. Bukan hanya duduk di bangku sekolah! Seperti yang saya liat sehari-hari. Selesai sekolah. Selesai juga belajar
Mengapa setiap orang begitu mengagung-agungkan sekolah? Padahal sekolah hanyalah mencetak lembar-lembar ijazah. Mencetak generasi-generasi bermental tempe yang begitu percaya ujung nasibnya pada angka-angka yang tercetak di selembar kertas. Mematikan kreativitas diotakmu. Menyuntikkan doktrin di otakmu tentang betapa malangnya orang yang tidak sekolah (sementara kau tidak menyadari betapa malangnya dirimu!)
Bagaimana jalan cerita sejarah jika Einstein tidak dianggap mahluk idiot dan disingkirkan dari sekolah?
Jika kau mengatakan pendidikan adalah ukuran kemakmuran. Cobalah kau tanya BillGates dan Dell. Mengapa mereka lebih memilih de’o daripada lulus kuliah. Tanyalah Anang Sam berapa banyak pengaruh sekolah membodohi pikiranmu. Hasil survey membuktikan : Semakin tinggi
- - -
Aku
tak butuh gelar. Aku tak butuh angka-angka. Bagiku nilai seseorang
adalah dirinya sendiri secara aktual. Dimana karya-karya tidak butuh
wakil tertulis pada selembar kertas berlabel sertifikat atau ijazah!
Tapi kenyataan faktual!
Izza
siswa kelas tiga (yang tak sudi lagi lulus) SMP, telah memilih nasibnya
sendiri. Namun sebelum dunia luar menguji tekadnya. Rintangan pertama
yang harus dihadapinya adalah kedua orang tuanya sendiri. Bagaimana
mungkin orang tuanya yang berpendidikan S2 membiarkan anaknya sendiri
tidak sekolah. Padahal ibunya seorang guru dan ayahnya seorang kepala
sekolah?
Apa kata dunia?
Ya
apa kata dunia? Itulah problem sang orang tua. Sistem pola pikir
tersesat yang sudah karatan tertanam di otak kami. Otak anda. Otak kita
semua. Nggak sekolah? Mau jadi apa nanti? Semboyan yang barangkali
awalnya berangkat dari keprihatinan akan rendahnya tingkat pendidikan di
negeri kita. Lalu kebablasan menerjemahkan menjadi bahwa sekolah
(formal) adalah satu-satunya media untuk menjadi pintar serta meraih
masa depan.
Bagaimana dengan yang miskin dan pas-pasan?
Mereka
yang miskin dan pas-pasan barangkali hanya bisa berupaya dengan belajar
sungguh-sungguh. Karena satu-satunya aset masa depan mereka, seperti
kata Izza, adalah prestasi akademis (nilai-nilai di Ijazah). Dan itu
berarti sekitar 95 persen—yang harus tersingkir, kalah bersaing—sisanya
hanya bisa pasrah menunggu nasib, berdoa banyak-banyak semoga nasib
membawa peruntungan mereka kearah lebih baik.
Mereka
yang miskin dan tidak begitu cerdas. Apalagi berotak pas-pasan akan
semakin prustasi. Di sekolah tak dianggap, guru-guru mencela. Di rumah
orangtua memarahi, menuduh mereka anak malas. Di luar masyarakat
mencibir, mencap brandalan. Tak ada yang memberi tempat. Tak ada yang
memberi solusi. Dicekoki gaya hidup beracun yang ditawarkan media
televisi. Hingga lahirlah generasi tempe. Pacaran. Tawuran. Narkoba.
Faktanya, kurikulum sekolah di negeri kita memang didesain
untuk membangun hidup sebagai pekerja. Bukan pencipta lapangan kerja.
Coba tanya cita-cita anak anda.
Ingin jadi dokter
Ingin jadi pilot.
Ingin jadi arsitek.
Ingin jadi guru.
Ingin jadi tentara.
Ingin jadi presiden.
Ada yang ingin jadi pedagang? Ada yang ingin jadi tukang tahu? Ada yang ingin jadi penulis?
Nyaris tak ada!
Mengapa demikian?
Dan sebagian dari mereka yang berhasil. Justru mereka
dengan pendidikan minim. Ada yang hanya lulus SD atau SMP. Bahkan nggak
jarang yang hanya bisa baca tulis tanpa ijazah selembarpun.
Mengapa
orang yang sudah sekolah tinggi-tinggi kalah juang dengan mereka?
Padahal secara basic pengetahuan lebih baik dari mereka
Barangkali
jawabannya sederhana. Orang-orang ini keracunan ilmunya sendiri.
Pengetahuannya telah membelenggu dirinya. Ketika akan memulai usaha
mereka akan berpikir seribu kali. Mengkalkulasi seribu macam
kemungkinan. Segala macam teori ekonomi. Teori pasar. Teori moneter.
Teori permintaan. Teori penawaran. Teori busuk yang menakut-nakuti
langkah mereka.
Kenapa kita sulit ngomong inggris? Padahal dari SMP kita sudah belajar bahasa inggris.
Barangkali
jawabnya juga sederhana. Karena kita selalu dijejali teori, bukan
praktek. Teori membuat kita ketakutan. Bagaimana jika salah mengucap?
Bagaimana jika salah tenses? Tentu memalukan, bukan? Orang-orang akan
menertawakan-padahal yang tertawa belum tentu bisa! Pendeknya semua
pengetahuan itu sudah membuat kita keder, sebelum memulai.
Bisa
dipastikan sang murid akan segera disetrap berdiri dengan kaki satu dan
tangan kiri melingkari kepala, menjewer telinganya kanannya sendiri
Jadi
tak usah bermimpi bangsa kita akan mampu bersaing dengan Jepang suatu
hari nanti, jika pola pikir begini masih terus dipertahankan.
Berbahagialah anak yang ortunya melek home schooling.
Saya benci sekolah.
Membaca kisahmu jadi teringat lagi betapa menderitanya saya menunggu bel
pulang selesai. Menghitungi hari dan rasanya bahagia jika sudah hari
jumat. Andai bisa memilih. Saya setuju denganmu. Sekolah mungkin cocok
untuk sebagian orang, namun belum tentu cocok dengan sebagian lainnya.
...........................**
bagusss banget kayaknya bukunya ya ini miz.. kinda university of life..
ReplyDeleteMantap Mizz, luar biasa,,,,,,,,
ReplyDeletesalam sukses mizz
kalau anak saya di tanya, cita-citanya mau jadi apa?
ReplyDeletejadi Hacker.. hebat kan...:P
wahahahhahaha mantab
Deletebapaknya....ntar kbelenger deh..hehe
Deleteklo keluar sekolah namun tetap ada kemauan utk berkembang dan berjuang di kehidupannya sih nggak apa-apa.. mereka tetap semangat mempelajari pokok-pokok skill-skill yg diperlukan utk meningkatkan kehidupannya dan mencapai tujuannya... saya salut dengan mereka.
ReplyDeletenamun kebanyakan sekarang keluar sekolah karena malas dan tidak punya tujuan apa2 lha itu yg jadi masalah. tidak punya tujuan hidup, tidak punya skill, tidak punya semangat.. akhirnya hanya jadi sampah masyarakat
best juga rasanyakan? KY juga suka baca buku terbitan dr seberang
ReplyDeletehye
ReplyDeletedtg bls kunjungan
cari punye cari tax jumpe shoutbox... huhu
thanx singgah blog akq ye
http://iema90.blogspot.com/
haha mantap nih, semoga generasi tempe bisa sadar dari kehidupannya.
ReplyDeleteKayaknya harus beli nih
ReplyDeleteSaya dulu pernah diprotes sama dosen saya, karena saya berbeda pandangan dengan beliau masalah sekolah dan perkuliahan. Saya mengatakan, "pendidikan di Indonesia ini hanya jadi lahan bisnis, bukan lahan mencari Ilmu. Dan sekarang, menjadi guru itu mudah and gampang serta banyak peminatnya. Tapi menjadi pendidik itu susah dan sedikit sekali orangnya. " Jadi, jauh harapan bila generasi muda Indonesia bisa maju bila masih seperti begitu".
ReplyDeleteSehingga jadi perdebatan hebat, dan akhirnya beliau membenarkan saya dan malu hati.
sampai sekarang, apabila ada masalah di dunia pendidikan, coba analisa apa yg didapat murid dan mahasiswa. Pelajaran baik atau buruk
gk tau apa ini bnar atau salah, ketika dunia tanpa sekolah. Dari sinopsis bukunya saja, terlihat betapa bencinya seorang penulis terhadap sekolah. saya tidak tahu apa penyebabnya. Namun, mnurut saya yang namanya sekolah tetaplah penting. Karena, disana tempat kita mengenal dunia.
ReplyDeleteSapa bilang otak tempe? Apakah dunia tanpa sekolah itu mengasyikkan? Coba dipikirkan skali lagi.
Buku ndak jaminan jadi pinter, toh byk org sukses tanpa buku. Orang miskin di larang pinter, beli buku saja ndak mampu. Anak kuliah bingung ketika selesai wisuda, mau jadi apa dia selanjutnya? padahal puluhan juta duit nya buat beli buku ..... (INI KONDISI DI NEGARA KITA)
ReplyDeletenii yang saiia perlu.. kesadaran kolektif... tanpa ini.. gag akan ada gunanya juga :(
ReplyDeleteseneng banged bisa nemuin ini.. makasii iia :( harusnya banyak nii yg baca masalah satu ini :)
Belajar Photoshop
saya agak tradisional soal sekolah. jadi yang penting alur sekolah anak2 kelak nggak neko2, gitu aja keinginan saya.
ReplyDeletengak neko2 gimana...maksudnya?
Deletewah cocok buat koleksi perpustakaan sekolah nie buku
ReplyDeleteKlo cucu saya bilang, mending jadi komentator blogwalking.. ehh saya tau yg di komentarin tuh mampir dan beli emas.. jadi gak perlu sekolah katanya...
ReplyDeletebagus sangat ini, dengan membaca ini saya jadi semangat lagi sebagai orang bodoh dan tak pernah mengenal kampus, berarti punya harapan untuk maju meskipun sangat sulit untuk menjadi sukses,
ReplyDeleteIndonesia sekarang belum sanggup mengejawantahkan keilmuan tanpa secarik kertas yang namanya ijasah, tapi kenapa ngga kita mulai saja dari kita sekarang untuk fokus pada apa yang kita inginkan.
ReplyDelete#bingung sendiri dengan komentarku sendiri...au ah gelap
bagus banget bukunya, sangat bermanfaaat mba ... :)
ReplyDeletekalo berkaca sama tokoh....mungkin dulu blm banyak...sekolahan kali ya...
ReplyDeletekalau home scholing dapet ijazah gak ya
ReplyDeleteperlu revolusi budaya di sini untuk mengenalkan beberapa hal baru dalam dunia pendidikan.
ReplyDeleteapasih?
ReplyDeleteoh ini to,,, mau yang ini atau yang lama yang masuk link friends?
ReplyDeleteTerima kasih kunjungannya
ReplyDeletemampir lagi menjelang tengah malam sambil bawa kupi panas :p
ReplyDeleteBelajar Photoshop
sekolah....itu gedungnya...yang perlu itu belajarnya ..karna belajar itu wajib dari ayunan hingga liang lahat...nyambung gak sob...
ReplyDeletenah, denger tuh petuah ustadz mahbub.
ReplyDeleteustadz dambaan
nengok...
ReplyDeletehello, I was here ;)
ReplyDeleteblogwalking
ReplyDeleteHi, :)
ReplyDelete