TEMPO Interaktif, Lagu Si Lumba-lumba tenar pada 1987. Pelantunnya adalah Bondan Prakoso, 28 tahun, yang saat itu berusia 5 tahun. Lagu yang diciptakan oleh ayahnya, Sisco Batara, dan Papa T. Bob itu begitu identik dengan Bondan. Juga dengan cepat menorehkan popularitasnya sebagai penyanyi cilik.
Dua
puluh tiga tahun berselang, Bondan kembali populer lewat tembang
kolaborasinya dengan grup rap Fade 2 Black. Klip video dari single yang
berjudul Ya Sudahlah itu kerap diputar di stasiun-stasiun televisi.
Penampilan Bondan pun sudah tak lagi seperti penyanyi anak-anak.
Memang,
saat memasuki usia pubertas, 13 tahun, Bondan memutuskan berhenti
menyanyi. "Pita suara saya membesar," katanya saat ditemui di studio
Indosiar, Selasa lalu. Sang ayah menilai karakter suara Bondan sudah
tidak cocok menyanyikan lagu anak-anak.
Dua
tahun pensiun dari tarik suara, Bondan berkonsentrasi sekolah sambil
belajar memegang alat musik. "Saya bermain segala instrumen," katanya.
Dia paling klop dengan bas. Bakatnya ini mengental setelah bertemu
dengan teman-temannya di SMP Islam Harapan Ibu, Jakarta Selatan.
Bersama
lima rekannya itu, Bondan membesut kelompok musik Funky Kopral di usia
15 tahun. Kelompok ini memainkan dan memadukan beragam jenis musik,
seperti pop, rock, jazz, hip-hop, dan rap. Beberapa album yang
dihasilkan antara lain Funchopat, Funkadelic Rhythm and Distortion, dan
Misteri Cinta, yang berkolaborasi dengan Setiawan Djodi.
Sayangnya,
kelompok ini kurang solid karena usia personelnya masih remaja.
"Beberapa kali ganti personel," ujarnya. Meski kurang padu, Funky Kopral
menyabet penghargaan dalam Anugerah Music Indonesia (AMI) Award dua
kali sebagai Best Group Alternatif dan Best Rock Collaboration.
Namun
ini tak membuat Funky Kopral mudah mendapatkan "label" untuk menjual
hasil karyanya. Menurut sarjana Sastra Belanda Universitas Indonesia
ini, jenis musik yang idealis tidak mudah diterima pasar. "Ini yang
membuat personel kurang solid," katanya. Bondan pun memutuskan mundur
setelah enam tahun bergabung. "Fokus kuliah."
Di
kampus, Bondan tetap menekuni musik. Saat mengerjakan proyek
musikalisasi puisi dari penyair Belgia, ia bertemu teman kuliahnya,
Tito, penyanyi rap. "Saya ngobrol banyak tentang musik dan nyambung,"
katanya. Dari obrolan itu, Bondan dan Tito mencoba membuat musik.
"Awalnya
iseng," katanya. Lulus kuliah, Bondan dan Tito bersepakat
berkolaborasi. Mereka menamakan diri: Bondan Prakoso & Fade2Black.
Tito mengajak dua rekannya sesama rapper, Santoz dan Lezzano, yang telah
memiliki album indie sejak 1999.
Bondan
tertantang berkolaborasi dengan jenis musik rap. "Bisa enggak musik rap
berpadu jenis musik lain," katanya. Musik rap, yang identik dengan musik hip-hop dan R&B, diracik dengan musik rock, punk, pop, sampai
keroncong. "Terbukti musik rap fleksibel," katanya.
Kolaborasi
Bondan & Fade2Black menghasilkan tiga album, Respect, Unity, dan For All. Dalam album kedua, Bondan memadukan musik rap dengan keroncong.
Racikan Bondan menghasilkan lagu Keroncong Protol. Walhasil, album ini
diganjar kategori Best Group Rap dalam AMI Award dua tahun lalu.
Penghargaan yang sama diterima untuk album pertama pada 2006.
Bondan
menilai musiknya memberikan warna baru di belantara musik Indonesia.
"Musik saya mengedukasi," ujarnya. Bondan menjamin karya-karyanya jauh
dari urusan cinta picisan. Menurut dia, masih banyak tema lain yang
belum digarap oleh pekerja musik. "Tema politik, sosial, masih banyak,"
katanya.
Dalam menciptakan lirik lagu, Bondan
lebih tertarik mengangkat tema cinta dalam sudut pandang persahabatan.
"Cinta itu luas," katanya. Tema-tema ini terasa kuat dalam lagu di album
ketiganya, misalkan Kita Selamanya.
Bondan
prihatin dengan perkembangan musik sekarang. "Temanya monoton," katanya.
Ia menilai tidak adanya musik untuk anak-anak sebagai bukti tak
berkembangnya musik di Indonesia. Akibatnya, anak-anak menyanyikan lagu
orang dewasa. "Ini tak terjadi di saat saya kecil."
Dalam
membuat lirik, Bondan tak menemui kesulitan. "Inspirasi datang dari
mana saja dan kapan saja," ucapnya. Jika ide muncul di sela
aktivitasnya, Bondan langsung berhenti. "Saya berhenti sejenak, lalu
merekamnya," katanya.
Bondan bertekad karyanya
bersama Fade2Black melebihi karya sebelumnya. Sementara dulu Bondan
sukses sebagai penembang, kini ia ingin lebih. "Kalau hanya jadi
penyanyi rasanya belum lengkap," ujarnya. Kini di kelompoknya ia
berperan sebagai produser dan komposer. "Tanggung jawabnya makin
besar."
Meski masih muda, Bondan memilih
mengakhiri masa lajangnya tiga tahun lalu saat berusia 25 tahun.
Istrinya, Margaret Caroline, adalah video jockey MTV. "Saya ketemu saat
tampil di MTV," katanya. Bondan yakin kariernya bertambah sukses dengan
statusnya sebagai suami dan bapak. "Kini saya bertambah fokus," katanya.
Ayah Kara Arabel ini menilai hidup berkeluarga lebih baik ketimbang
sendirian.
AKBAR TRI KURNIAWAN
Nama: Bondan Prakoso
Kelahiran: Jakarta, 8 Mei 1982
Orang tua: Sisco Batara dan Lili Yulianingsih
Istri: Margaret Caroline
Anak: Kara Arabel Prakoso
Pendidikan: Sastra Belanda Universitas Indonesia
7 album saat menjadi penyanyi cilik, termasuk Si Lumba-lumba
Funchopat (bersama Funky Kopral, 1999)
Funkadelic Rhythm and Distortion (2000)
Misteri Cinta (2003)
Respect (Bondan Praksoso & Fade2Black, 2005)
Unity (2007)
For All (2010)
Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards 1999 kategori Best Group Alternatif
AMI Awards 2003 kategori Best Rock Collaboration
Rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia, Bass Hero 2006
AMI Awards kategori Best Group Rap 2006 dan 2008
source : http://www.tempo.co/read/news/2010/12/12/004298311/Bondan-Prakoso-Musik-yang-Mengedukasi
http://www.tempo.co/read/cari
0 Comment:
Post a Comment
* ) Referensi, bisa sobat lihat/baca/kunjungi alamat web/blog di bawah artikel halaman ini atau bagian footer blog ini.
** ) Beritahu jika ada link rusak "Broken Link", atau kesalahan dalam penulisan.
*** ) Terima kasih sudah berkomentar dengan sopan dan bijak :) .